Kamis, 20 September 2012

Aliran Ilmu Filsafat


Sebagai bagian dari bangunan besar filsafat, filsafat ilmu hilang dan tumbuh berganti dari mashab yang satu ke mashab yang lainnya. Ini karena pemikiran filsafat ilmu berasal dari pikiran manusia. “Filsafat adalah pengetahuan atas realitas dalam kemungkingn-kemungkinan akal manusia, karena filsafat berakhir pada teori ilmu pengetahuan untuk memperoleh kebenaran dan bertindak di atas rel kebenaran yang sudah ditemukan”, demikian kata Abu Y’aqub al-kindi (dalam Hossein Nasr, 1993)

Makalah ini tertarik untuk mengkaji tentang aliran-aliran yang berkembang dalam filsafat ilmu. Prinsip prinsip dari filsafat ilmu akan dijelaskan, cara pemerolehan ilmu dalam masing-masing aliran akan dieksplorasi dan kontribusi masing-masing aliran dalam membangun pengetahuan akan didiskusikan.

Rasionalisme
Rasionalisme adalah mashab filsafat ilmu yang berpandangan bahwa rasio adalah sumber dari segala pengetahuan. Dengan demikian, kriteria kebenaran berbasis pada intelektualitas. Strategi pengembangan ilmu model rasionalisme, dengan demikian, adalah mengeksplorasi gagasan dengan kemampuan intelektual manusia.

Sejak abad pencerahan, rasionalisme diasosiasikan dengan pengenalan metode matematika (Rasionalisme continental). Tokoh-tokoh rasionalisme diantaranya adalah Descartes, Leibniz dan Spinoza.

Benih rasionalisme sebenarnya sudah ditanam sejak jaman Yunani kuno. Salah satu tokohnya, Socrates, mengajukan sebuah proposisi yang terkenal bahwa sebelum manusia memahami dunia ia harus memahami dirinya sendiri. Kunci untuk memahami dirinya itu adalah kekuatan rasio.
Para pemikir rasionalisme berpandangan bahwa tugas dari para filosof diantaranya adalah membuang pikiran irasional dengan rasional. Pandangan ini misalnya disokong oleh Descartes yang menyatakan bahwa pengetahuan sejati hanya didapat dengan menggunakan rasio. Tokoh lain, Baruch Spinoza secara lebih berani bahkan mengatakan : “God exists only philosophically” (Calhoun, 2002).

Sumbangan rasionalisme tampak nyata dalam membangun ilmu pengetahuan modern yang didasarkan pada kekuatan pikiran atau rasio manusia. Hasil-hasil teknologi era industri dan era informasi tidak dapat dilepaskan dari andil rasionalisme untuk mendorong manusia menggunakan akal pikiran dalam mengembangkan ilmu pengetahuan untuk kesejahteraan manusia.

Empirisme
Empirisme adalah sebuah orientasi filsafat yang berhubungan dengan kemunculan ilmu pengetahuan modern dan metode ilmiah. Empirisme menekankan bahwa ilmu pengetahuan manusia bersifat terbatas pada apa yang dapat diamati dan diuji. Oleh karena itu, aliran empirisme memiliki sifat kritis terhadap abstraksi dan spekulasi dalam membangun dan memperoleh ilmu. Strategi utama pemerolehan ilmu, dengan demikian, dilakukan dengan penerapan metode ilmiah.
Para ilmuwan berkebangsaan Inggris seperti John Locke, George Berkeley dan David Hume adalah pendiri utama tradisi empirisme (Calhoun, 2002).

Sumbangan utama dari aliran empirisme adalah lahirnya ilmu pengetahuan modern dan penerapan metode ilmiah untuk membangun pengetahuan. Selain itu, tradisi empirisme adalah fundamen yang mengawali mata rantai evolusi ilmu pengetahuan sosial, terutama dalam konteks perdebatan apakah ilmu pengtahuan sosial itu berbeda dengan ilmu alam. Sejak saat itu, empirisme menempati tempat yang terhormat dalam metodologi ilmu pengetahuan sosial. Acapkali empirisme diparalelkan dengan tradisi positivism. Namun demikian keduanya mewakili pemikiran filsafat ilmu yang berbeda.

Realisme
Dalam pemikiran filsafat, realisme berpandangan bahwa kenyataan tidaklah terbatas pada pengalaman inderawi ataupun gagasan yang tebangun dari dalam. Dengan demikian realisme dapat dikatakan sebagai bentuk penolakan terhadap gagasan ekstrim idealisme dan empirisme. Dalam membangun ilmu pengetahuan, realisme memberikan teori dengan metode induksi empiris. Gagasan utama dari realisme dalam konteks pemerolehan pengetahuan adalah bahwa pengetahuan didapatkan dari dual hal, yaitu observasi dan pengembangan pemikiran baru dari observasi yang dilakukan. Dalam konteks ini, ilmuwan dapat saja menganalisa kategori fenomena-fenomena yang secara teoritis eksis walaupun tidak dapat diobservasi secara langsung.

Tradisi realisme mengakui bahwa entitas yang bersifat abstrak dapat menjadi nyata (realitas) dengan bantuan symbol-simbol linguistik dan kesadaran manusia. Gagasan ini sejajar dengan filsafat modern dari pendekatan pengetahuan versi Kantianism fenonomologi sampai pendekatan struktural (Ibid, 2002). Mediasi bahasa dan kesadaran manusia yang bersifat nyata inilah yang menjadi ide dasar ‘Emile Durkheim’ dalam pengembangan ilmu pengetahuan sosial. Dalam area linguistik atau ilmu bahasa, de Saussure adalah salah satu tokoh yang terpengaruh mengadopsi pendekatan empirisme Durkheim. Bagi de Saussure, obyek penelitian bahasa yang diteliti diistilahkan sebagai ‘la langue’ yaitu simbol-simbol linguistic yang dapat diobservasi (Francis & Dinnen, 1996)

Ide-ide kaum realis seperti ini sangatlah kontributif pada abad 19 dalam menjembatani antara ilmu alam dan humaniora, terutama dalam konteks perdebatan antara klaim-klaim kebenaran dan metodologi yang disebut sebagai ‘methodenstreit’ (Calhoun, 2002). Kontribusi lain dari tradisi realisme adalah sumbangannya terhadap filsafat kontemporer ilmu pengetahuan, terutama melalui karya Roy Bashkar, dalam memberikan argument-argument terhadap status ilmu pengetahuan spekulatif yang diklaim oleh tradisi empirisme.

Idealism
Idealisme adalah tradisi pemikiran filsafat yang berpandangan bahwa doktrin tentang realitas eksternal tidak dapat dipahami secara terpisah dari kesadaran manusia. Dengan kata lain kategori dan gagasan eksis di dalam ruang kesadaran manusia terlebih dahulu sebelum adanya pengalaman-pengalaman inderawi. Pandangan Plato bahwa semua konsep eksis terpisah dari entitas materinya dapat dikatakan sebagai sumber dari pandangan idealism radikal. Karya dan pandangan Plato memberikan garis demarkasi yang jelas antara pikiran-pikiran idealis dengan pandangan materialis. Aritoteles menjadi orang yang memberikan tantangan pemikiran bagi gagasan-gagasan idealis Plato. Aristoteles mendasarkan pemikiran filsafatnya berdasarkan materi dan fisik.

Salah satu sumbangan dari tradisi filsafat idealisme adalah pengaruh idealism platonic dalam agama kristen. Dalam Perjanjian Baru terdapat gagasan yang diagungkan, yakni “Permulaan adalah kata-kata” (Ibid, 2002). Pada gilirannya, dalam sejarah, pemikiran Kristen turut memberikan andil dalam membentuk tradisi idealis terutama gagasan-gagasan dari Sain Augustine dengan pengembangan konsep penyucian jiwa. Selain Kristen, pemikiran yang turut memberikan saham bagi tradisi idealis adalah mistisisme Yahudi, mistisisme Kristen dan pengembangan pemikiran matematika oleh bangsa-bangsa Arab. Gerakan-gerakan pemikiran inilah yang kemudian membentuk dialektika modern antara idealisme dan materialism sejak era renaisans.

Sumbangan idealism terhadap ilmu pengetahuan modern sangatlah jelas. Ilmu pengetahuan modern diniscayakan oleh kohesi antara bukti-bukti empiris dan formasi teori. Kaum materialis mendasarkan pemikirannya pada bukti-bukti empiris sedangkan kaum idealis pada formasi teori. Sebagai sebuah tradisi filosofi, idealisme tak bisa dipisahkan dengan gerakan Pencerahan dan filsafat Pasca Pencerahan Jerman. Salah satu tokoh pemikir idealis yang tersohor adalah Immanuel Kant. Melalui bukunya “Critique of pure reason” yang diterbitakan tahun 1781, Kant menentang pendapat tradisi tokoh empiris seperti David Hume dan lain-lainnya. Kant mengatakan bahwa pengetahuan dan pemahaman dunia memerlukan kategori dan pandangan yang berada dalam ruang kesadaran manusia (ibid, 2002). Gagasan Kant yang terkenal adalah ‘idealisme transedental’. Dalam konsep ini Kant berargumen bahwa ide-ide rasional dibentuk tidak saja oleh ‘phenomenal’ tapi juga ‘noumenal’, yakni kesadaran transedental yang berada pada pikiran manusia (ibid, 2002). Generasi idealis berikutnya dipelopori oleh, Georg Hegel. Hegel mengenalkan gagasan pendekatan dialektis yang tidak memihak baik gagasan ‘kesadaran mental’ Kant maupun ‘bukti-bukti material’ dari kaum empiris. Pikiran-pikiran Hegel inilah yang kemudian melahirkan konsep ‘spirit’-sebuah konsep yang integral dengan kelahiran tradisi ‘idealisme absolut’ (ibid, 2002).

Dengan demikian, pemikiran filsafat idealisme dibangun terutama oleh gagasan-gagasan Hegel dan Kant. Namun demikian, bangunan filsafat politik modern yang berpaham bahwa manusia dapat mengatur dunia melalui ilmu pengetahuan telah membuktikan vitalitas aliran idealisme Kantian. Tokoh-tokoh yang meletakkan batu pertama bagi fondasi filsafat politik modern antara lain John Rawls yang menulis tentang teori keadilan dan Habermas (1987) yang membuahkan karya ‘Communication action’. Melalui karya ini Habermas menjadi tokoh idealis yang mengoreksi idealisme konvensional. Bagi kaum idealis konvensional, kenyataan sejarah merupakan determinisme sejarah yang statis dan tidak dapat ditolak. Namun bagi Habermas, kenyataan sejarah adalah hasil dari dialektika dan komunikasi antar manusia. Dengan kata lain, Habermas memposisikan manusia menjadi subyek aktif dalam praktek-praktek politik dan dalam membangun institusi-institusi sosial.

Positivisme
Positivisme adalah doktrin filosofi dan ilmu pengetahuan sosial yang menempatkan peran sentral pengalaman dan bukti empiris sebagai basis dari ilmu pengetahuan dan penelitian. Terminologi positivisme dikenalkan oleh Auguste Comte untuk menolak doktrin nilai subyektif, digantikan oleh fakta yang bisa diamati serta penerapan metode ini untuk membangun ilmu pengetahuan yang diabdikan untuk memperbaiki kehidupan manusia.

Salah satu bagian dari tradisin positivism adalah sebuah konsep yang disebut dengan positivisme logis. Positivisme ini dikembangkan oleh para filosof yang menamakan dirinya ‘Lingkaran Vienna’ (Calhoun, 2002) pada awal abad ke duapuluh. Sebagai salah satu bagian dari positivisme, positivisme logis ingin membangun kepastian ilmu pengetahuan yang disandarkan lebih pada deduksi logis daripada induksi empiris. Kerangka pengembangan ilmu menurut tradisi positivisme telah memunculkan perdebatan tentang apakah ilmu pengetahuan sosial memang harus “diilmiahkan”. Kritik atas positivism berkaitan dengan penggunaan fakta-fakta yang kaku dalam penelitian sosial. Menurut para oponen positivism, penelitian dan pengembangan ilmu atas realitas sosial dan kebudayaan manusia tidak dapat begitu saja direduksi kedalam kuantifikasi angka yang bisa diverikasi karena realitas sosial sejatinya menyodorkan nilai-nilai yang bersifat kualitatif (Calhoun, 2002). Menjawab kritik ini, kaum positivis mengatakan bahwa metode kualitatif yang digunakan dalam penelitian sosial tidak menemukan ketepatan karena sulitnya untuk di verifikasi secara empiris.

Tokoh-tokoh yang paling berpengaruh dalam mengembangkan tradisi positivisme adalah Thomas Kuhn, Paul K. Fyerabend, W.V.O. Quine, and filosof lainnya. Pikiran-pikiran para tokoh ini membuka jalan bagi penggunaan berbagai metodologi dalam membangun pengetahuan dari mulai studi etnografi sampai penggunaan analisa statistik.

Pragmatisme
Pragmatisme adalah mashab pemikiran filsafat ilmu yang dipelopori oleh C.S Peirce, William James, John Dewey, George Herbert Mead, F.C.S Schiller dan Richard Rorty. Tradisi pragmatism muncul atas reaksi terhadap tradisi idealis yang dominan yang menganggap kebenaran sebagai entitas yang abstrak, sistematis dan refleksi dari realitas. Pragmatisme berargumentasi bahwa filsafat ilmu haruslah meninggalkan ilmu pengetahuan transendental dan menggantinya dengan aktifitas manusia sebagai sumber pengetahuan. Bagi para penganut mashab pragmatisme, ilmu pengetahuan dan kebenaran adalah sebuah perjalanan dan bukan merupakan tujuan.

Pada awalnya pragmatisme dengan tokoh-tokohnya mengambil jalan berpikir yang berbeda antara satu dengan lainnya. Peirce (dalam Calhoun, 2002), misalnya, lebih tertarik dalam meletakkan praktek dalam bentuk klarifikasi gagasan-gagasan. Peirce adalah tokoh yang menggagas konsep bahasa sebagai media dalam relasi instrumental antara manusia dengan benda. Gagasan ini kemudian disebut sebagai semiotik. James, tokoh yang mempopulerkan pragmatism, lebih tertarik dalam menghubungkan antara konsepsi kebenaran dengan area pengalaman manusia yang lain seperti; kepercayaan dan nilai-nilai kemasyarakatan. Tokoh selanjutnya, Dewey, menjadikan pragmatisme sebagai basis dari praktek-praktek berpikir secara kritis. Pendekatan Dewey (1916) yang pragmatis dalam pendidikan, misalnya, menitikberatkan pada penguasaan proses berpikir kritis daripada metode hafalan materi pelajaran.

Sumbangan dari pragmatisme yang lain adalah dalam praktek demokrasi. Dalam area ini pragmatisme memfokuskan pada kekuatan individu untuk meraih solusi kreatif terhadap masalah yang dihadapi.

Kesimpulan
Pandangan dan gagasan filsafat ilmu berkembang dalam dialektika yang sangat dinamis. Hal ini karena berbagai pemikiran baru muncul menggantikan konsep-konsep dan pikiran lama. Namun demikian, walaupun masing-masing aliran ada kelebihan dan kelemahannya, setiap aliran filsafat ilmu saling berkonstribusi dengan saling menyapa secara kritis. Dari pokok bahasan di atas, semau filsafat ilmu memberkan kontribusi yang signifikan bagi terbentuknya pemikiran ilmu pengetahuan modern.

Referensi:
Calhoun, C, 2002, Dictionary of the social science, Oxford University Press,
Oxford.
Dewey, J, 1916, Democracy and education: An introduction to the Philosophy of Education, Macmillan, NY.
Francis, P & Dinnen, S.J, 1996, An introduction to General Linguistic, Holt, Rinehart and Winston, INC, New York.
Habermas, J, 1987, The theory of communicative action, Beacon Press, Boston.
Nasr, H, 1993, History of Islamic Philosophy, Ansariyan Publications, Shohada Str. Qum.

http://endro.staff.umy.ac.id/?p=87

BAHAYA BID’AH, TAHAYUL DAN KHURAFAT


Sebagai pembuka mari kita pelajari firman Allah :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الأمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلا (٥٩)

59. Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (QS. An Nisaa, 59)

وَإِنْ تُطِعْ أَكْثَرَ مَنْ فِي الأرْضِ يُضِلُّوكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلا الظَّنَّ وَإِنْ هُمْ إِلا يَخْرُصُونَ (١١٦)

116. dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah)[500]. (QS. Al An’aam, 116)

[500] Mereka berdusta terhadap Allah Seperti menghalalkan memakan apa-apa yang telah diharamkan Allah dan mengharamkan apa-apa yang telah Dihalalkan Allah, menyatakan bahwa Allah mempunyai anak, juga melakukan suatu ibadah dengan harapan pahala padahal Rasulullah tidak mengajarkannya

Abu Dzar Al Ghifari Berkata : “Tidak ada yang diabaikan oleh Nabi SAW, sampai burung yang mengepakkan sayapnya di langit, beliau telah mengajarkan kepada kami tentang ilmunya”. Dalam hal ini Rasulullah telah menepati sifat tabligh, yaitu menyampaikan ilmu dari Allah. Salman Al Farisy Berkata (ketika ditanya apakah Nabi telah mengajarkan cara berhajat) : “Ya, beliau telah melarang kami menghadap kiblat ketika buang hajat dan melarang kami membersihkan hajat dengan kurang dari tiga batu atau dengan tangan kanan atau dengan kotoran kering atau dengan tulang”
Dari hal tersebut dapat dilihat bahwa Islam melaui Rasulullah telah memberi petunjuk, membimbing dan mengatur umatnya dari hal yang besar (tauhid) sampai hal yang kecil (kebutuhan pribadi), sehingga merupakan ajaran yang lengkap. Dengan menambah (mengada-ada) ibadah berarti menganggap Islam atau ajaran Rasulullah kurang lengkap.

PENGERTIAN BID’AH
Menurut bahasa : sesuatu yang baru (diada-adakan). Menurut  istilah : sesuatu yang diada-adakan di dalam masalah agama yang menyelisihi apa yang ditempuh Nabi SAW dan para sahabatnya, baik berupa aqidah maupun amal. (Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin).
Macam-macam Bid’ah:
1.      Bid’ah Qouliyah I’tiqodiyah : bid’ah yang bersifat pemikiran dan akidah. Contoh : Pernyataan bahwa Ali bin Abu Thalib lebih utama dari Nabi Muhammad SAW.
2.      Bid’ah fil’Ibaadah :
a.      Bid’ah fie ushulil’ibadah (menyebut ibadah yang tidak ada dasar dalam syariat : sholat/puasa tertentu diluar syariat, perayaan-perayaan, dsb).
b.      Bid’ah fie ziaadatil’ibadah (menambahkan sesuatu pada ibadah yang telah disyariatkan : menambah rakaat sholat, dll).
c.       Bid’ah dalam pelaksanaan ibadah yang disyariatkan sehingga tidak sesuai dengan anjuran atau sunnah Nabi : dzikir bersama dengan suara keras/merdu; memperketat diri dalam suatu ibadah sampai keluar dari batas sunnah.
d.      Bid’ah dengan mengkhususkaan waktu tertentu dalam melaksanakan ibadah yang disyariatkan : puasa dan tahajjud nifsu sya’ban.

Prinsip dalam ibadah adalah : Semua ibadah itu dilarang, kecuali dalil yang memerintahkan (dari Allah dan Rasulullah). Prinsip dasar diluar ibadah adalah : segala sesuatu boleh dilakukan kecuali ada dalil yang melarangnya.
Hadist Nabi yang diriwayatkan oleh Ibnu Majjah dan Abu Dawud : “Suatu ketika para sahabat bersama Rasulullah, dan beliau memberi peringatan sampai hati kami bergetar dan meneteskan air mata. Kemudian kami berkata, Ya Rasulullah berikanlah kami petunjuk. Rasulullah menjawab : Hendaklah kalian itu bertaqwa kepada Allah, kamu mendengar dan kamu taat. Sesungguhnya seorang hapsi (Abasyiah) karena tidak taqwa pada Allah, mereka akan didatangi perselisihan / perbedaan yang besar. Wajib bagi kamu untuk melaksanakan sunnahku dan sunnah khulafaurrhasyidin yang telah diberi petunjuk. Dan pegangi itu seperti kamu menggigit dengan gigi geraham. Dan wajib kamu tinggalkan oleh kamu perkara-perkara yang diada-adakan. Karena tiap tiap bid’ah itu adalah sesat.” (Ibnu Majjah, juga Abu Dawud dalam lafal yang berbeda).
Hadist riwayat Muslim (1718), Rasulullah bersabda : Sebaik-baik perkataan adalah firman Allah, sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Nabi Muhammad SAW, sejelek-jelek perkara adalah sesuatu yang diada-adakan (bid’ah), dan setiap bid’ah itu adalah sesat.
Bahaya Bid’ah (Aspek I’tiqody) :
  • Tasabuh/menyerupai dengan umat Yahudi dan Nasrani, sudah menjadi kebiasaan Yahudi dan Nasrani untuk menambah ajaran agama.
  • Melecehkan kesempurnaan agama Islam yang telah dibawa Nabi Muhammad SAW, karena menganggap ajaran Nabi masih kurang.
  • Penentangan terhadap firman Allah dan penyelisihan terhadap hadits-hadits Nabi SAW tentang bid’ah dan perintah untuk menjauhinya.
  • Menuduh Nabi SAW menutupi ajaran yang mesti harus disampaikan kepada umatnya.
  • Menempatkan diri sederajat dengan Rasul SAW sebagai pembawa risalah / penentu ajaran.
  • Menyesatkan diri dan orang lain, karena maksud yang baik dilakukan dengan cara yang salah (dlolalah)
Bahaya Bid’ah (Aspek Amaliah) :
·        Merusak amalan-amalan syar’i yang telah ditentukan oleh Allah dan RasulNya
·        Tersingkirnya amalan sunnah yang disyariatkan oleh bid’ah yang melembaga
·        Cenderung kepada perbuatan syurik, ghuluw (berlebihan) yang merusak kemurnian Islam
·        Mengaburkan nilai-nilai ibadah dan ketentuan syariat
·        Amalan bertolak dan berdosa
Bahaya Bid’ah (Aspek Syi’ar Islam) :
·        Memudarnya citra Islam sebagai agama yang mengatur seluruh aspek kehidupan secara holistik, (hablun minallah dan hablun minannas)
·        Memecahbelah umat Islam, karena bid’ah tidak mungkin selalu sama dan meluasnya fitnah dalam agama/syirik
·        Hilangnya perhatian umat terhadap aspek-aspek pokok ajaran (ushul) dan lebih mengedepankan aspek-aspek cabang (furu’)

Perbandingan Bid’ah dengan Sanna Sunnatan Khasanah (Contoh jalan yang baik/Sunni) :

BID’AH
·        Mengadakan ibadah yang baru dalam Islam
·        Dimaksudkan sebagai bentuk ibadah dengan kaifiyat tertentu
·        Kreatifitas untuk menuju kebaikan di luar yang diajarkan Nabi

SANNA SUNNATAN KHASANAH
·        Memberi contoh amal yang baik dalam Islam
·        Dimaksudkan sebagai cara, sarana dalam melaksanakan perintah
·        Bertumpu pada prinsip ittiba’ Nabi dalam tujuan dan kaifiyat


Prinsip-prinsip Mutabbah’ah Nabi (mengikuti ajaran Nabi) :
1.      Sebab : alasan mengerjakannya, hanya diterima jika dilatarbelakangi oleh sesuatu yang disyariatkan, puasa jelang bangun rumah tidak sah
2.      Jenis : harus sesuai dengan ketentuan, kuda tidak sah untuk kurban
3.      Kadar/bilangan/takaran : sholat subuh 3 rakaat tidak sah
4.      Kaifiyah/cara : sesuai dengan ketentuan, wudhu tidak sah jika tidak tertib
5.      Waktu : sesuai dengan ketentuan, menyembelih kurban pada 1 dzulhijjah tidak sah
6.      Tempat : thowaf di monas tidak sah

PENGERTIAN KHURAFAT
Mempercayai suatu benda/tempat/hari/waktu/bacaan/tulisan dan yang sejenisnya mempunyai kekuatan dan pengaruh yang dapat memberikan manfaat dan atau madharat secara i’tiqody (keyakinan).
PENGERTIAN TAHAYUL
Mempercayai suatu kejadian/keadaan/firasat/ramalan tertentu akan menyebabkan terjadinya sesuatu yang belum diketahui.

BAHAYA KHURAFAT DAN TAHAYUL
·        Manusia tersandera oleh sesuatu yang tidak ada dasar dan ilmunya
·        Manusia berada dibawah ikatan/pengaruh sesama makhluk yang merendahkan kedudukannya
·        Membodohkan/menistakan dan cenderung menempuh jalan pintas
·        Menumbuhkan sikap pesimis, fatalistis, primitif, skeptis, ghuluw, egois, opportunis, takabur, dll.
·        Pintu syirik yang berbahaya dan berdosa

Jadi, bid’ah merusak agama dan keyakinan terhadap Allah dan Rasulullah. Sedangkan khurafat dan takhayul merendahkan manusia sebagai makhluk yang tertinggi dihadapan Allah. Sehingga adanya tauhid adalah untuk membebaskan manusia dari seluruh kenistaan tersebut, karena semua hanya untuk Allah SWT.