Kamis, 19 Januari 2012

Bupati Temanggung dari masa ke masa

Raden Mas Ario Soemodilogo dalah bupati pertama sebelum munculnya dipindah ke Temanggung

Bupati Pertama Temanggung
Setelah ibukota kabupaten (Regentschap) dari Parakan pindah ke Desa Temanggung kemudian nama daerah diabadikan nama kabuaten setelah usai perang Diponegoro (perang Jawa)
Raden Tumenggung Ario Djojo Negoro
1834-1848

Bupati Kedua Kabupaten Temanggung
Raden Adipati Ario Holand Soemodilogo
1848-1878

Bupati Ketiga
Raden Tumenggung Holand Soemodirdjo
1878-1882


Bupati Keempat
Raden Tumenggung Tjokroatmodjo
1882-1906

Bupati Kelima
Raden Mas Adipati Ario Tjokroadikoesoemo
1906-1923

Bupati Keenam
Raden Mas Adipati Ario Tjokrosoetomo G.S.G.G.St.
1923-1943

Bupati Ketujuh
Raden Tumenggung Singgih Hadipoero
1943-1945

Bupati Kedelapan
Raden Tumenggung Maktal Dipodirdjo
1945

Bupati Kesembilan
Raden Soetigwo
1945-1949

Bupati Kesepuluh
Raden Soemarsono Notowidagdo
1949-1953

Bupati Kesebelas
Mas Kartono
1953-1957

Bupati Kedua belas
Raden Soedarso
1957-1960

Bupati Ketiga belas
Raden Said Mangoensoediro
1960

Bupati Keempat belas
Raden Ngabehi Seno Prodjoroemokso
1960-1964

Bupati Kelima belas
Masjchun Sofwan, SH
1964-1978

Bupati Keenam belas
Drs. H. Jacub
1978-1983

Bupati ketujuh belas
Drs. H. Sri Soebagjo
1983-1993

Bupati Kedelapan belas
Drs. H. Sardjono SH. CN
1993-2003

Bupati Kesembilan belas
Drs. Totok Ary Prabowo
Bupati 2003-2006
Wakil Bupati
Drs. Muhammad Irfan
Wakil Bupati 2003-2006

Bupati Kedua puluh
Bupati Totok ditahan karena korupsi, kemudian wakil Bupati Irfan diangkat sebagai Bupati temanggung
Drs. Muhammad Irfan
Bupati 2005-2008

Bupati Kedua puluh satu
Bupati temanggung melalui pemilihan secara langsung oleh masyarakat Kabupaten Temanggung
Drs. Hasyim Afandi
Bupati 2008-2013
Wakil Bupati
Ir. Budiarto, MT
Wakil Bupati 2008-2013

Bahasa Temanggungan yang saya sering dengar

Mencari tema tentang bahasa daerah asli yang sering saya dengar di kabupaten Temanggung yang berbeda dengan kabupaten lainnya di provinsi Jawa Tengah, Meskipun Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi, umumnya sebagian besar menggunakan Bahasa Jawa sebagai bahasa sehari-hari. Bahasa Jawa Dialek Solo-Jogja (kraton) dianggap sebagai Bahasa Jawa Standar. Di samping itu terdapat sejumlah dialek Bahasa Jawa yang ada di Jawa Tengah namun secara umum terdiri dari dua, yakni kulonan dan timuran. Kulonan dituturkan di bagian barat Jawa Tengah, terdiri atas Dialek Banyumasan dan Dialek Tegal, dialek ini memiliki pengucapan yang cukup berbeda dengan Bahasa Jawa Standar. Sedangkan Timuran dituturkan di bagian timur Jawa Tengah, di antaranya terdiri atas Dialek Solo, Dialek Semarang. Di antara perbatasan kedua dialek tersebut, dituturkan Bahasa Jawa dengan campuran kedua dialek, daerah tersebut adalah Pekalongan dan Kedu.
Berbagai macam dialek yang terdapat di Jawa Tengah :

1.     dialek Pekalongan
2.     dialek Kedu (Temanggung dan Magelang)
3.     dialek Bagelen (Purworejo dan Kebumen) (mirip bahasa Kedu dan Banyumasan)
4.     dialek Semarang
5.     dialek Pantai Utara bagian Timur (Jepara, Rembang, Demak, Kudus, Pati)
6.     dialek Blora
7.     dialek Surakarta (kraton)
8.     dialek Yogyakarta (kraton)
9.     dialek Madiun
10.  dialek Banyumasan (Ngapak)
11.  dialek Tegal-Brebes

Dari berbagai macam bahasa yang ada di Jawa Tengah, saya ingin membahas bahasa yang berlaku di kabupaten Temanggung yang biasanya sering didengar dalam kehidupan sehari-hari melalui pengamatan pembicaraan warga Temanggung.
Bahasa daerah Temanggungan pada dasarnya adalah bahasa khas Parakan, di Temanggung sendiri sebenarnya banyak dipengaruhi dialek Mataram Jogja, namun makin kearah barat dari wilayah Temanggung sampai di Parakan mulai terpengaruh logat Banyumasan, hampir sama bahasanya namun tidak sampai medhok seperti Banyumasan asli,  misalnya kata ganti orang pertama tunggal “aku“ diucapkan “nyong“,  kamu dengan “dé’é“ sedangkan di Banyumas “déké“,  cuma beda pada gaya pengucapan dan penekanan intonasinya,  orang Temanggung mengucapkan  kata Parakan dengan Parakang.
Mayoritas penduduk menggunakan bahasa Jawa sebagai bahasa sehari-hari. Penggunaan strata (Krama - Ngoko) dalam bahasa juga masih sering dipraktekkan. Dialek Jawa di Parakan tidak jauh berbeda dengan dialek mataram yang merupakan prosentase terbesar dialek bahasa Jawa di Jawa Tengah. Meski demikian, dialek Banyumasan mulai mencampur dalam dialek Parakan. Yang paling kentara adalah penggunaan "nyong" sebagai kata ganti orang pertama tunggal, yang serupa dengan dialek Banyumasan. Beberapa kata bahkan muncul sebagai ciri dialek yang tidak dapat ditemui pada dialek bahasa Jawa lainnya. Misalnya kata "jotek" yang sinonim artinya dengan kata "emoh" (tidak mau) dalam dialek bahasa Jawa lainnya.
Anak muda Temanggung kini sudah jarang yang menggunakan bahasa khas ini, mereka lebih banyak menggunakan bahasa gaul Jakartenan (ala Jakarte), namun di Parakan atau di pedesaan lereng Sindoro–Sumbing masih banyak dijumpai percakapan yang menggunakan dialek khas Berikut ini sebagai contoh logat kecil bahasa daerah Temanggungan seperti:

§         arek                        = mau/ akan
§         boek                       = kaos kaki
§         de'e (kasar)             = kamu (tidak dianjurkan orang lebih muda kepada orang yang lebih tua)
§         gage / gekndang      = ayo cepat / bergegas
§         ha-njuk                   = lalu
§         kambek                   = bersama
§         koplak                     = gila, tidak masuk akal (kasar)
§         luweh                     = terserah
§         mbuh/mberuh          = tidak tahu
§         nana/nono               = tidak ada
§         ndais                       = sukurin
§         ndak                       = apakah
§         ndak iyo?                = apa benar?
§         rempon                   = ngrumpi
§         samang (halus)        = kamu atau lebih halus lagi “panjenengan”/njenengan
§         to               = to adalah akhiran kata yang ada dalam kalimat. contohnya"opo to, angel to, modar to, koplak to.
(wkwkwkwk... jangan emosi ya...)

Kata -kata berikut merupakan ungkapan kasar yang tidak baik (ora ilok) (mboten angsal (tidak boleh)), biasanya diungkapkan ketika sedang kesal/marah, antara lain:
§         jidor (kasar)            = sukurin / rasakan akibatnya / biarin
§         modar (kasar)         = mati kau!,mati,sukurin
§         ndasmu (kasar)       = kepalamu,ah kamu ini
§         cocote (kasar)         = mulutmu
§         sikak (kasar)           = bulu di antara dubur,bajingan
§         “Teyeng” = bisa.. penggunaannya begini “eNyong ora teyeng nek koyo ngono”, artinya, “Saya tidak bisa jika seperti itu”
§         “Mayar” = mudah “Ah, ha yo mayar nek koyo ngene kiye”, “Ah, gampang kalo seperti ini”
§         “Gandem” = keren abis.. sampai-sampai di Parakan ada rumah makan Gandem,, bahasa ini, entah ada atau tidak di tempat lain, tapi ketika saya bicara dengan orang Jawa yang lain, mereka kurang mengerti dengan arti kata Gandem ini.
Logat “Ha”.. coba saja anda bertemu dengan beberapa orang temanggung, biasanya mereka akan memulai sebuah kalimat dengan kata “Ha”.. “Ha iyo” “Ha ora” “Ha mberuh” “Ha ndak ho’o??”
“Nda’an”.. kata-kata ini, saya ingat sempat heboh di SMA ketika kami kelas satu, ada drama yang dimainkan kelas XII.. nda’an berarti sebuah ungkapan untuk meyakinkan.. “kamu udah makan nda’an??”.. kurang lebih bermakna, “kami udah makan kan?”
“Njuk”.. yang berarti terus..atau lanjut.. “Bar nangis njuk ngguyu..” “Habis menangis, terus tertawa”
mmm.. masih banyak lagi bahasa daerah saya yang bikin kangen,, untuk sementara, ini dulu yak,,
mberuh = ga tau. klo bahasa jawa biasanya cuman kata ‘mbuh’ aja. khusus Temanggung tu ‘mberuh’ , singkatan dari ‘mbuh ora weruh’ [=ga tau ga liat]
gigal/gigol = jatuh.
saman [klo yang lebih 'ndeso akhirannya 'ng' jadi 'samang'] = kamu. lebih sopan dari de’e. singkatan dari ‘sampean‘ ‘dekning’.
kiye=ini. ya banyak sih yang pake ‘iki’, tapi klo Temanggungan biasanya ‘kiye’
trus yang paling khas dari aksen Temanggungan itu adalah penambahan ‘ha’pada awal kata dalam sebuh kalimat buat penguat.
contoh:

  • “hakok?” =[tambahan 'ha' plus kok?]
  • “hamberuh”
  • “ha njuk pie?” = trus gimana?

Dari segi bahasa yang paling khas dari ‘boso Temanggung’ yang sangat membedakan dari bahasa jawa umum bahkan beda dari aksen Magelang-Wonosobo-Semarang yang sebelahan ma Temanggung dan masih ada banyak kesamaan di vocabnya...

sekian dari ini hanya sepengetahuan saya, jika ada perasaan kurang senang, dimohon jangan terlalu sensitiv dan emosi... makasih...